Jumat, 06 April 2012

Posted by Unknown On 4/06/2012 09:26:00 PM
Aryan El Haytham
Think Globally, Act Locally


 Isu Global Warming dan Climate Change bukan lagi sekedar isapan jempol belaka, tapi sudah menunjukan bentuk & wujud yang sebenarnya kehadapan umat manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun hunian makhluk hidup. Berbagai fenomena alam yang cenderung mengalami penyimpangan (anomali) akhir-akhir ini seperti iklim yang kacau, panas yang Ekstrim berkepanjangan, intensitas curah hujan yang kelewat tinggi diluar normal, banjir, angin ribut, puting beliung, banyak dikaitkan dengan isu pemanasan global tersebut.

Dalam beberapa tahun belakangan ini perbincangan tentang isu Pemanasan Global bukan lagi monopoli yang dipermasalahkan oleh dan hanya para Aktivis Lingkungan. Isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan telah mengalami transendensi yang signifikan dari “Low-Politics” menjadi isu yang “High-Politics”. Isu ini telah menjadi masalah global yang kemudian mulai dan akan terus diperbincangkan oleh para kepala pemerintahan di berbagai negara, bahkan juga sudah menjadi perbincangan yang hangat di kalangan masyarakat awam. Masalah lingkungan hidup sebenarnya merupakan masalah global, tidak hanya menyangkut orang ekologi, tetapi juga dari disiplin ilmu lainnya, baik teknik, sosial, komunikasi, ekonomi, hukum, psikologi bahkan kebudayaan. Upaya pemecahan masalah lingkungan hidup sudah semestinya melibatkani antar disiplin ilmu.Istilah-istilah dan kalimat “Climate Change” dan “Global Warming” tampaknya juga sudah mulai akrab ditelinga kita sebagai sebuah ancaman bagi kehidupan di alam semesta.
Seperti diketahui Perubahan iklim (climate change) adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan global. Kenaikan suhu udara ini dipicu oleh semakin tingginya kadar Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, diantaranya oleh CO2 yang banyak dihasilkan dari aktivitas manusia seperti kegiatan pembakaran bahan bakar fosil (mis: minyak, gas, batubara) yang banyak digunakan untuk industri, transportasi, rumah tangga, pembangkit, dll. Menurut para ahli, dalam waktu 70 tahun sejak tahun 1940 suhu udara rata-rata di bumi diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 0,50 C. Pemanasan global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub, kemudian gelombang panas akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang dapat memporakporandakan bangunan di berbagai kota.


Oleh karenanya dibutuhkan tingkat kesadaran dan keprihatinan yang tinggi dari masyarakat dunia untuk menjadi permasalahan ini sebagai suatu urgensi agar aktivitas antisipatif bisa digalang bersama untuk menyelamatkan eksistensi bumi. Berbagai macam program telah dicanangkan sebuah wujud antisipasi dalam menyiasati problematika global baik itu yang diprakasai oleh pemerintah , gerakan-gerakan lingkungan oleh LSM Lingkungan, Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah, Pesantren dan Kampus, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dll. Salah satu program lingkungan yang akhir-akhir ini terutama ditujukan untuk lingkungan Perguruan Tinggi adalah yang disebut dengan program eco-campus (Green Campus). Pada dasarnya berbagai program lingkungan yang dicanangkan tersebut adalah bersifat sukarela (volunteer) dan merupakan program stimulus, dimana tidak ada unsur paksaan maupun tekanan dari pemerintah.

Eco-Campus (Green Campus)Peran institusi-institusi pendidikan sangat dibutuhkan dalam upaya mempertahankan dan melestarikan lingkungan bumi mengingat kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual dan tempat dilahirkannya para intelektual muda generasi penerus bangsa diharapkan dapat menjadi model atau contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Program eco-campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh antara lain bahwa, lingkungan kampus diharapkan harus merupakan tempat yang nyaman, bersih, teduh (hijau), indah dan sehat dalam menimba ilmu pengetahuan. Kemudian lingkungan kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perkotaan tidak sedikit peranan dan sumbangannya bagi meningkatkan maupun dalam menurunkan pemanasan global. Oleh karenanya program Green Campus ini pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengurangi Pemanasan Global.
Istilah “Green Campus” bukanlah suatu istilah biasa yang diambil dari literasi-literasi kebahasaan yang tanpa ada makna dan fungsionalisasinya. Green Campus dalam konteks pelestarian lingkungan bukan hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan Pepohonan yang Hijau ataupun kampus yang dipenuhi oleh Cat Hijau, melainkan sejauh mana warga kampus dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan kampus secara efektif dan efisien, misalnya dalam pemanfaatan Kertas, alat tulis menulis, penggunaan Listrik, Air, Lahan, Pengelolaan Sampah, dll. Dimana semua kegiatan itu dapat dibuat neraca dan dapat diukur secara Kuantitatif baik dalam jangka waktu bulanan maupun tahunan. 
Oleh sebab itu, dalam program eco-campus ada beberapa indikator ataupun parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran apakah kampus tersebut telah benar-benar telah mencapai sebutan eco-campus ataupun Green Campus. Adapun Ukuran keberhasilan menurut P. Nasoetion ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
·         -Efisiensi penggunaan kertas sebagai kebutuhan pokok pengajaran.
·         -Efisiensi pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
·         -Efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape).
·         -Efisiensi penggunaan listrik .
·         -Efisiensi penggunaan Air.
·         -Efisiensi pemakaian sumber daya alam.
·         -Upaya kontribusi pengurangan pemanasan Global.
iiio Sangat penting untuk dicermati, sampai berapa jauh kiprah perguruan tinggi atau kampus terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup. Apakah kiprahnya sudah terbukti secara nyata atau baru bersifat teoritis-konseptual ? Jangan sampai ada kecenderungan peranannya hanya sebatas diskusi, seminar atau lokakarya dan relative kurang beraksi. Masalah lingkungan hidup sebenarnya merupakan masalah global, tidak hanya menyangkut orang ekologi, tetapi juga dari disiplin ilmu lainnya, baik teknik, sosial, komunikasi, ekonomi, hukum, psikologi bahkan kebudayaan. Upaya pemecahan masalah lingkungan hidup sudah semestinya melibatkani antar disiplin ilmu. Sebagai contoh, untuk melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pada proyek-proyek dan industri-industri tertentu, diperlukan orang-orang ekologi, teknik, sosial, hukum,   ekonomi, dan sebagainya. Dengan demikian selayaknya berbagai potensi yang dimiliki perguruan tinggi dimanfaatkan secara optimal. Civitas akademika diharapkan meningkatkan kepeduliannya terhadap persoalan lingkungan hidup. Green campus jangan hanya basa-basi atau  menjadi slogan semata.



0 komentar:

Posting Komentar