Kamis, 12 Januari 2012

Posted by Unknown On 1/12/2012 03:23:00 PM


Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelum beralih menjadi sebuah provinsi, Gorontalo masih menjadi sebuah kabupaten yang masuk dalam wilayah teritorial Sulawesi Utara. Dengan adanya program otonomi daerah yang diterapkan oleh pemerintah pusat Republik Indonesia, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tertanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara dengan luas wilayah provinsi 12.215 km². Dalam sejarahnya, wilayah ini relatif sukses menyerap berbagai bentuk perjumpaan budaya dengan kawasan-kawasan sekitarnya di Timur Nusantara. Lokalitas Gorontalo membentuk identitas kulturalnya sendiri dengan cara mengukuhkan nilai-nilai islam dan tradisi setempat dalam sistem kehidupan masyarakatnya. Perkembangan wilayah Gorontalo yang dalam perjalanan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan menunjukkan kecenderungan ke arah integrasi progresif sebagai daerah yang berkembang. Demikian pula faktor-faktor dari luar melalui hubungan komunikasi menimbulkan pengaruh besar secara kultural yang membawa beragam ideologi, sistem kepercayaan, sistem politik, dan berbagai unsur kebudayaan lainnya. Masuknya pengaruh dari luar tentang kondisi sosial-budaya masyarakat tetap mengokohkan masyarakat Gorontalo untuk terus meyakini dan menjalankan apa yang telah menjadi tradisi warisan nenek moyang.

Gorontalo sebagai daerah yang memiliki kultur kedaerahan yang sangat kuat tentu saja tetap setia melestarikan nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Berbagai macam adat istiadat, kebiasaan, perilaku bermasyarakat bahkan tradisi yang telah dibangun sejak nenek moyang hingga saat ini masih terjaga sebagai sebuah identitas kelokalan daerah. Sebut saja tradisi Tumbilotohe yang hingga saat ini masih bertahan sebagai kebudayaan asli masyarakat Gorontalo. Tumbilotohe yang dalam arti bahasa Gorontalo terdiri dari kata “tumbilo” berarti pasang dan kata “tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu


Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad ke XV. Pada waktu itu masyarakat Gorontalo hidup dalam berkelompok-kelompok (linula-linula). Pada saat menjalankan shalat tarawih di masjid pada bulan ramadhan, tanpa cahaya dari aliran listrik mereka harus membuat semacam alat penerangan yang disebut wango-wango, yaitu wamuta atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan, kemudian dibakar. Wango-wango pada saat itu dianggap sebagai alat penerangan  yang cukup efektif karena bisa bertahan kurang lebih seperdua malam. Dalam perkembangannya, wango-wango sebagai alat penerangan mulai digantikan oleh tohetutu atau damar yaitu semacam getah padat yang akan menyala cukup lama ketika dibakar. diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Damar dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Damar yang digunakan adalah damar yang jenisnya perempuan. Damar jenis inilah yang  tidak berjelanga (asap hitam yang menimbulkan polusi). Seiring berkurangnya damar masyarakat Gorontalo mulai memakai lampu yang menggunakan sumbu dari kapas dan minyak kelapa, dengan menggunakan wadah yang ada disekitarnya seperti kima, sejenis kerang, dan pepaya yang dipotong dua, yang juga disebut padamala. Hingga pada zaman sekarang ini masyarakat lebih cenderung menggunakan lampu botol yang dipasang sumbu dan di dalamnya diisi minyak tanah. Bahkan di beberapa tempat ada yang menggunakan lampu kerlap-kerlip berwarna-warni yang menggunakan aliran listrik. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai lampu botol yang dipajang di depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau bambu.


Dalam waktu pelaksanaannya tradisi ini dilakukan rakyat Gorontalo untuk menyambut malam Lailatul Qadar yakni pada 3 malam terakhir di bulan Ramadhan dan sebelum menyambut kemenangan di Hari Raya Idul Fitri. Tumbilotohe dimulai pada saat selesai sholat maghrib hingga pagi hari. Masing-masing rumah menghiasi halaman depan rumahnya dengan hiasan lampu botol maupun lampion warna-warni berharap keberkahan dan kemuliaan di malam Lailatul Qadar.
Di tengah nuansa kemenangan dengan kuasa langit gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya. Warga kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling indah untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT. Syahdu nya malam Lailatul Qadar dengan berbagai macam berkah dan rahmat di dalamnya semakin mengukuhkan jiwa masyarakat Gorontalo untuk terus bermunajat kepada Sang Khalik.  Saat malam tiba, “ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada sudut yang gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu-lampu botol di depan rumah- rumah penduduk tampak memesona. Memikat hati para insan yang suci menelusuri jalan-jalan yang dipenuhi cahaya kebahagiaan dan kemenangan. Kota Gorontalo berubah semarak karena lampu-lampu botol tidak hanya menerangi halaman rumah, tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid. Tak terkecuali, lahan kosong petak sawah hingga lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat seolah menyatu dalam perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di lahan-lahan kosong nan luas, lampu-lampu botol itu dibentuk gambar masjid, kitab suci Al Quran, sampai tulisan kaligrafi.

Dari Tradisi berbuah Prestasi
Bukan menjadi sebuah pengingkaran jika sebuah perhelatan akbar tahunan dengan gemerlapnya cahaya pada akhirnya akan mendapat perhatian dan penghargaan istimewa dari berbagai kalangan. Tumbilotohe tidak lagi menjadi tradisi yang hanya dinikmati oleh penduduk lokal Gorontalo, bahkan telah menjadi santapan wisata menarik bagi penduduk penduduk daerah tetangga seperti Palu, Manado, Makassar, maupun Kendari. Tumbilotohe telah menjadi komoditas wisata daerah yang mengundang daya tarik bagi para wisatawan untuk datang. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka para wisatawan akan menyaksikan Tumbilotohe dari berbagai ragam bentuk. “Sangat indah apabila kita berjalan pada malam hari” itulah ungkapan pada kebanyakan orang yang memanjakan mata sepanjang perjalanan menikmati lampu-lampu setiap rumah, kantor dan masjid. Akan sangat disayangkan jika mata berkedip terlalu lama, bisa dipastikan para wisatawan akan melewatkan berbagai detil pesona keindahan cahaya lampu yang ditawarkan dari sudut-sudut cahaya. Mata para wisatawan akan selalu dimanjakan oleh pesona cahaya lampu hingga tak menemui titik akhir wisata malam tersebut karena memang di setiap sudut wilayah Gorontalo dihiasi oleh cahaya lampu botol dengan berbagai dekorasi menarik. Lampu-lampu botol yang berisikan minyak tersebut digantung pada sebuah kerangka kayu yang dihiasi dengan janur kuning. Di atas kerangka itu juga digantung buah pisang sebagai lambang kesejahteraan, dan tebu sebagai lambang kemanisan, keramahan, serta kemuliaan menyambut hari raya Idul Fitri.

Perhelatan acara Tumbilotohe memang dirancang sedemikian rupa hingga dipelosok wilayah akan ditemukan berbagai keindahan pesona cahaya lampu. Peran aktif pemerintah Provinsi Gorontalo yang mengapresiasi usaha masyarakat Gorontalo melalui perlombaan, baik itu perlombaan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan maupun kabupaten/kota. Daerah yang memiliki hiasan lampion yang sangat indah, menarik dan memukau masyarakat tentu saja akan menjadi pemenangnya dan dengan beberapa pertimbangan lain oleh tim penilai yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi Gorontalo. Dengan begitu, setiap sudut tempat akan selalu didapati hiasan lampu karena masing-masing warga berlomba untuk memenangkan kawasan tempat tinggalnya masing-masing. Pemenangnya akan memperoleh hadiah berupa uang tunai maupun hadiah penunjang lainnya sebagai wujud apresiasi atas usaha keras rakyat sekitar dalam memperindah kawasan tempat tinggalnya.
Hal yang patut dibanggakan adalah ketika tradisi ini mulai mendapatkan perhatian nasional maupun internasional. Pada tahun 2007, tumbilotohe  masuk Museum Rekor Indonesia (MURI), karena 5.000.000 (lima juta) lampu menyemarakkan tradisi tersebut. Bahkan endapat perhatian khusus dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (Kemenbudpar RI). Kemenbudpar mendukung secara penuh akan kegiatan ini sebagai komoditas budaya Nasional RI dengan menjadikannya agenda Pariwisata Dunia di Gorontalo dalam menyambut datangnya idul fitri dan akan dipopulerkan ke seluruh dunia agar Gorontalo menjadi pusat perhatian para wisatawan dunia. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya agenda "Tumbilotohe" ke dalam kalender pariwisata nasional bahkan dunia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 









2 komentar: