Provinsi Gorontalo merupakan provinsi
yang ke-32 di Indonesia. Sebelum beralih menjadi sebuah provinsi, Gorontalo
masih menjadi sebuah kabupaten yang masuk dalam wilayah teritorial Sulawesi
Utara. Dengan adanya program otonomi daerah yang diterapkan oleh pemerintah
pusat Republik Indonesia, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tertanggal 22 Desember 2000. Provinsi Gorontalo
terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara
dengan luas wilayah provinsi 12.215 km². Dalam sejarahnya, wilayah ini relatif
sukses menyerap berbagai bentuk perjumpaan budaya dengan kawasan-kawasan
sekitarnya di Timur Nusantara. Lokalitas Gorontalo membentuk identitas
kulturalnya sendiri dengan cara mengukuhkan nilai-nilai islam dan tradisi
setempat dalam sistem kehidupan masyarakatnya. Perkembangan wilayah Gorontalo
yang dalam perjalanan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan menunjukkan
kecenderungan ke arah integrasi progresif sebagai daerah yang berkembang. Demikian
pula faktor-faktor dari luar melalui hubungan komunikasi menimbulkan pengaruh
besar secara kultural yang membawa beragam ideologi, sistem kepercayaan, sistem
politik, dan berbagai unsur kebudayaan lainnya. Masuknya pengaruh dari luar
tentang kondisi sosial-budaya masyarakat tetap mengokohkan masyarakat Gorontalo
untuk terus meyakini dan menjalankan apa yang telah menjadi tradisi warisan
nenek moyang.
Gorontalo sebagai daerah yang memiliki kultur
kedaerahan yang sangat kuat tentu saja tetap setia melestarikan nilai-nilai
budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Berbagai macam adat istiadat,
kebiasaan, perilaku bermasyarakat bahkan tradisi yang telah dibangun sejak
nenek moyang hingga saat ini masih terjaga sebagai sebuah identitas kelokalan
daerah. Sebut saja tradisi Tumbilotohe yang
hingga saat ini masih bertahan sebagai kebudayaan asli masyarakat Gorontalo. Tumbilotohe yang dalam arti bahasa Gorontalo
terdiri dari kata “tumbilo” berarti pasang dan kata “tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu
Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad
ke XV. Pada waktu itu masyarakat Gorontalo hidup dalam berkelompok-kelompok (linula-linula). Pada saat menjalankan
shalat tarawih di masjid pada bulan ramadhan, tanpa cahaya dari aliran listrik
mereka harus membuat semacam alat penerangan yang disebut wango-wango, yaitu wamuta
atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan, kemudian dibakar. Wango-wango pada saat itu dianggap
sebagai alat penerangan yang cukup
efektif karena bisa bertahan kurang lebih seperdua malam. Dalam
perkembangannya, wango-wango sebagai
alat penerangan mulai digantikan oleh tohetutu
atau damar yaitu semacam getah padat yang akan menyala cukup lama ketika
dibakar. diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama.
Damar dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Damar yang digunakan
adalah damar yang jenisnya perempuan. Damar jenis inilah yang tidak
berjelanga (asap hitam yang menimbulkan polusi). Seiring berkurangnya damar
masyarakat Gorontalo mulai memakai lampu yang menggunakan sumbu dari kapas dan
minyak kelapa, dengan menggunakan wadah yang ada disekitarnya seperti kima,
sejenis kerang, dan pepaya yang dipotong dua, yang juga disebut padamala.
Hingga pada zaman sekarang ini masyarakat lebih cenderung menggunakan lampu
botol yang dipasang sumbu dan di dalamnya diisi minyak tanah. Bahkan di
beberapa tempat ada yang menggunakan lampu kerlap-kerlip berwarna-warni yang
menggunakan aliran listrik. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan
nilai tradisional, yaitu memakai lampu botol yang dipajang di depan rumah pada
sebuah kerangka kayu atau bambu.
Dalam waktu pelaksanaannya tradisi ini
dilakukan rakyat Gorontalo untuk menyambut malam Lailatul Qadar yakni pada
3 malam terakhir di bulan Ramadhan dan sebelum menyambut kemenangan di Hari
Raya Idul Fitri. Tumbilotohe dimulai
pada saat selesai sholat maghrib hingga pagi hari. Masing-masing rumah
menghiasi halaman depan rumahnya dengan hiasan lampu botol maupun lampion
warna-warni berharap keberkahan dan kemuliaan di malam Lailatul Qadar.
Di tengah nuansa kemenangan dengan kuasa langit
gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya. Warga kemudian meyakini bahwa
saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan eksistensi diri
sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling indah untuk menyadarkan
diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT. Syahdu nya malam Lailatul Qadar dengan
berbagai macam berkah dan rahmat di dalamnya semakin mengukuhkan jiwa
masyarakat Gorontalo untuk terus bermunajat kepada Sang Khalik. Saat malam tiba, “ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada
sudut yang gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu-lampu botol di
depan rumah- rumah penduduk tampak memesona. Memikat hati para insan yang suci
menelusuri jalan-jalan yang dipenuhi cahaya kebahagiaan dan kemenangan. Kota Gorontalo
berubah semarak karena lampu-lampu botol tidak hanya menerangi halaman rumah,
tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid. Tak terkecuali, lahan kosong petak
sawah hingga lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat
seolah menyatu dalam perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di
lahan-lahan kosong nan luas, lampu-lampu botol itu dibentuk gambar masjid,
kitab suci Al Quran, sampai tulisan kaligrafi.
Dari
Tradisi berbuah Prestasi
Bukan menjadi sebuah pengingkaran jika
sebuah perhelatan akbar tahunan dengan gemerlapnya cahaya pada akhirnya akan
mendapat perhatian dan penghargaan istimewa dari berbagai kalangan. Tumbilotohe tidak lagi menjadi tradisi
yang hanya dinikmati oleh penduduk lokal Gorontalo, bahkan telah menjadi
santapan wisata menarik bagi penduduk penduduk daerah tetangga seperti Palu,
Manado, Makassar, maupun Kendari. Tumbilotohe
telah menjadi komoditas wisata daerah yang mengundang daya tarik bagi para
wisatawan untuk datang. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka para
wisatawan akan menyaksikan Tumbilotohe
dari berbagai ragam bentuk. “Sangat indah
apabila kita berjalan pada malam hari” itulah ungkapan pada kebanyakan
orang yang memanjakan mata sepanjang perjalanan menikmati lampu-lampu setiap
rumah, kantor dan masjid. Akan sangat disayangkan jika mata berkedip terlalu
lama, bisa dipastikan para wisatawan akan melewatkan berbagai detil pesona
keindahan cahaya lampu yang ditawarkan dari sudut-sudut cahaya. Mata para wisatawan
akan selalu dimanjakan oleh pesona cahaya lampu hingga tak menemui titik akhir
wisata malam tersebut karena memang di setiap sudut wilayah Gorontalo dihiasi
oleh cahaya lampu botol dengan berbagai dekorasi menarik. Lampu-lampu botol
yang berisikan minyak tersebut digantung pada sebuah kerangka kayu yang dihiasi
dengan janur kuning. Di atas kerangka itu juga digantung buah pisang sebagai
lambang kesejahteraan, dan tebu sebagai lambang kemanisan, keramahan, serta
kemuliaan menyambut hari raya Idul Fitri.
Perhelatan acara Tumbilotohe memang dirancang sedemikian rupa hingga dipelosok
wilayah akan ditemukan berbagai keindahan pesona cahaya lampu. Peran aktif
pemerintah Provinsi Gorontalo yang mengapresiasi usaha masyarakat Gorontalo melalui
perlombaan, baik itu perlombaan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan maupun kabupaten/kota.
Daerah yang memiliki hiasan lampion yang sangat indah, menarik dan memukau
masyarakat tentu saja akan menjadi pemenangnya dan dengan beberapa pertimbangan
lain oleh tim penilai yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi Gorontalo. Dengan
begitu, setiap sudut tempat akan selalu didapati hiasan lampu karena
masing-masing warga berlomba untuk memenangkan kawasan tempat tinggalnya
masing-masing. Pemenangnya akan memperoleh hadiah berupa uang tunai maupun
hadiah penunjang lainnya sebagai wujud apresiasi atas usaha keras rakyat
sekitar dalam memperindah kawasan tempat tinggalnya.
Hal yang patut dibanggakan adalah ketika
tradisi ini mulai mendapatkan perhatian nasional maupun internasional. Pada
tahun 2007, tumbilotohe masuk Museum Rekor Indonesia (MURI), karena
5.000.000 (lima juta) lampu menyemarakkan tradisi tersebut. Bahkan endapat
perhatian khusus dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia
(Kemenbudpar RI). Kemenbudpar mendukung secara penuh akan kegiatan ini sebagai
komoditas budaya Nasional RI dengan menjadikannya agenda Pariwisata Dunia di Gorontalo
dalam menyambut datangnya idul fitri dan akan dipopulerkan ke seluruh dunia
agar Gorontalo menjadi pusat perhatian para wisatawan dunia. Hal ini dibuktikan
dengan dimasukkannya agenda "Tumbilotohe"
ke dalam kalender pariwisata nasional bahkan dunia melalui Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata.
mantap infonya agan.
BalasHapusFurniture Jepara
Furniture Mebel Jati
Set Meja Makan
Set Kursi Sofa
Furniture Minimalis Terbaru
Kamar Set Model Terbaru
Mebel Jepara
Furniture Minimalis
Gorontalo mempesona, memang Indonesia adalah surga dunia... Walaupun tidak semewah negara lain.tp Indonesia punya kota yang indah dan menawan. Salah satu nya Gorontalo.
BalasHapus